sponsor

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, January 9, 2019

kata mutiara sosrokartono, Filsafat Sosrokartono


Ajaran adiluhung Sorokartono

Beliau adalah sosok yang mendapat julukan ‘julukan Pangeran Jawa’. Secara silsilah kesultanan jawa Beliau memang seorang Pangeran, karena Beliau adalah anak dari R.M.P Ario Sosrodiningrat (bupati Demak) dan kaka kandung dari R.A Kartini. Beliau juga di kenal sebagai pejuangbagi bangsa Indonesia pada masa Hindia Belanda beliau fasih dalam beberapa bahasa tercatat sebanyak 9 Bahasa dari timur dan 17 Bahasa barat yang di kuasainya. Beliau juga merupakan Filsuf dari Jawa, karena di kenal dengan kata-katanya yang bisa di katakan menginspirasi banyak orang.


Berikut adalah kata-kata Sosrokartono :

Murid, gurune pribadi
Guru, muride pribadi
Pamulangane, sengsarane sesami
Ganjarane, ayu lan arume sesami.

Artinya : Apabila kita jadi Murid maka gurunya adalah diri sendirii. Apabila menjadi Guru, maka muridnya adalah diri sendiri. Mata pelajarannya, adalah penderitaan sesama manusia. Balasannya, berupa kebaikan dan keharuman sesama manusia (humanism).
Ajaran semacam ini sekarang disebut dengan “kamanunggalan” atau kesatuan semesta alam atau oneness atau jumbuhing kawula lan Gusti.

Ikhlas marang apa sing wis kelakon.
Trimah apa kang dilakoni.
Pasrah marang apa bakal ana.

Artinya : Kita harus Ikhlas terhadap apa yang telah terjadi. Menerima apa yang sedang dijalani. dan Berserah diri (Pasrah) terhadap apapun yang akan terjadi. Ajaran semacam ini sekarang disebut Tawakal atau Total surrender.

” Ing donya mung kebak kangelan,
sing ora gelem kangelan aja ing donya. “

” Di dunia penuh dengan kesusahan, yang tidak mau susah jangan di dunia. “
Artinya  : memang di dunia ini banyak ujian dan cobaan yang terasa sangat sulit, maka dari itu kita harus berserah diri dan selalu berdoa kepada yang maha Kuasa, agar selalu di beri kemudahan dalam menjalani hidup.

 .Kula badhe nyobi prabotanipun wong lanang, inggih punika: bares, mantep, wani.”

'' Saya akan mencoba identitas seorang lelaki, yaitu: jujur, mantab, wani '' “Boten kenging tiyang jaler ngunduri utawi nyingkiri bebaya utami, saha cidra dhateng pengajeng-ajeng lan kepercadosipun sesami.”
Artinya : seorang pemberani jangan takut menghadapi apapun, takutlah hanya kepada orang tuamu dan tuhan yang Maha Esa.

“Yen kapergok aja mlayu.”

Artinya : dan jika bertemu suatu bahaya, jangan lari. Bertanggung jawablah atas perbuatanmu sendiri.

 “Ajinipun inggih boten sanes naming aji tekad, ilmunipun ilmu pasrah, rapalipun adiling Gusti.”

Artinya :  tak perlu mempelajari ajian-ajian, cukup dengan tekad yang baik, dengan kepasrahan yang benar dan selalu berlindung di bawah sifat adil tuhan.

“Kula bade ngukur dedeg kula, nimbang botin kamantepan, njajagi gayuhanipun budi.”

Artinya : di dalam sebuah pengembaraan, sebaiknya seseorang juga perlu mempertimbangkan keyakinan yang dimilikinya dan mendalami raihan budi. Sejauh mana keyakinan dan raihan budinya, dapat dilihat setelah seseorang menjalani pengembaraan, karena di sanalah kedua hal tersebut dapat teruji dan terbukti.

“Pakerti asor numusi anak putu lan mbekta kasengsarane tiyang katah.”
Artinya : harus tahu bahwa perbuatan atau akhlak yang buruk dapat terwarisi oleh sang anak dan dapat mendatangkan kesengsaraan orang lain.

“Aja dumeh, tepa slira, ngerti kuwalat.”

Artinya : janganlah merasa hebat. Terhadap siapapun harus tenggang rasa. Dan harus tahu kena tuah (semisal hukum karma).

“Wani mengku: anteping ati, kencenging pikir, boboting kekuatane.”

Artinya : kemantapan dan kekuatan hati, pikiran yang kuat atau teguh dan bobotnya kekuatan harus dimiliki.

 “Dede tekad pamrih, nanging tekad asih.”

Artinya : berdasarkan pada tekad asih, bukan tekad pamrih. Tekat asih yaitu tekad yang berdasarkan kasih sayang dari hati. Sedangkan tekat Pamrih yaitu tekad berdasarkan kemauan,

“Tiyang mlampah punika, sangunipun lan gembolanipun satunggal, inggih punika : “maksudipun”.

Artinya : orang berjalan hanya mempunyai satu bekal, yaitu niat. Jika kita sudah niat maka apapun kita akan lakukan.

“Barang sanesipun saged dipun wastani ngriribedi lan ngrawati lampah, kenging dipun wastani ugi : Ngendoni niyat utawi “ngeker ancas lan tujuning lampah”.

Artinya : barang lainnya selain niat yang baik, hanya akan menjadi penghalang dan memperberat langkah, dapat juga dinamakan sesuatu yang bisa mengendorkan niat, bisa memutar tujuan perjalanan. Gara-gara mencari sesuatu yang tak jelas, niat seseorang dapat berubah.

“Nulung pepadhane, ora nganggo mikir
wayah, wadhuk, kanthong.
Yen ana isi lumuntur marang sesami.”

Artinya : Menolong sesama, tidak perlu memakai pikiran waktu, perut, saku. Jika (saku) berisi mengalir kepada sesama.
Dengan demikian, maksud dari “Ilmu Kanthong Bolong” adalah sebuah pengetahuan konkrit tentang sebentuk tempat yang selalu kosong, yang secara pasti tempat itu tak pernah membiarkan sesuatu yang dimilikinya tetap ada, karena tempat itu berlobang, maka apapun yang ditaruh di sana selalu mengalir, sehingga menjadi kosong dan sunyi dari apa saja.

“Nulung tiyang kula tindakaken ing pundi-pundi, sak mangsa-mangsa, sak wanci-wanci.”

Artinya :  menolong orang itu dilaksanakan di mana-mana, sewaktu-waktu, kapan saja.

 “Sugih tanpa bandha.
Digdaya tanpa hadji.
Ngalurug tanpa bala.
Menang tanpa ngasoraken.”

Artinya, “Kaya tanpa harta. Sakti tanpa azimat. Menyerang tanpa balatentara. Menang tanpa merendahkan.”
Ajaran Drs. R.M.P. Sosrokartono ini tidak mengajak orang-orang Indonesia jadi orang yang melarat, miskin, tak punya harta, sehingga mudah dipermainkan oleh mereka yang berharta. Tapi sesungguhnya, kembali pada penjelasan bahwa orang kaya itu bukanlah karena banyak harta bendanya, melainkan orang kaya itu adalah orang yang kaya hatinya, yang kaya mentalnya.
“Puji kula mboten sanes namung sugih-sugeng-seneng-ipun sesami.”
Artinya : si miskin akan akan tetap jadi miskin atau makin miskin karena bermental miskin. Bukankah orang kaya itu orang yang sudah tak lagi membutuhkan sesuatu, karena semuanya telah terpenuhi? Meskipun anda tak berharta, tapi anda sudah merasa cukup dengan apa yang anda dapatkan di dunia ini, maka andalah orang kaya itu. Sebaliknya, meskipun anda banyak berharta, tapi anda masih menginginkan dan membutuhkan sesuatu yang begini dan begitu, maka anda bukanlah orang kya, karena anda masih fakir (butuh) dan kebutuhan anda belum tercukupi.

 “Ajinipun inggih boten sanes namung aji tekad; ilmunipun ilmu pasrah; rapalipun adilipun Gusti.”

Artinya : “Ajiannya tidak lain hanyalah ajian tekad, ilmunya ilmu pasrah, manteranya keadlan Tuhan.”
Perbuatan taat dan meninggalkan maksiat itulah sumber energi yang dapat membuat seseorang sakti mandraguna, disamping kemampuan diri mengekang gejolak syahwat dan dari perintah nafsu yang buruk.
Rumusan beliau “Digdaya tanpa Aji” ada pada tiga tahapan, yaitu :

Tekad
Tekad adalah sifat yang merujuk pada semangat dan keberanian diri dalam menghadapi segala masalah, seperti rekayasa hidup, fitnah dan bujukan dunia. Tekad ada karena ada niat, sementara segala sesuatu itu tergantung pada niatnya. Jika niatnya itu baik, maka baiklah jadinya. Selain itu, dengan tekad manusia dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Tekad bukan berarti spekulasi miring, tapi lebih mengarah pada sikap tidak takut pada apapun dan siapapun, sehingga hasil yang dicapaipun menjadi maksimal. Tekad dapat dijadikan senjata, yakni senjata psikis dalam menghadapi setiap masalah. Oleh karena itu tekad dapat dijadikan ajian, azimat pamungkas dalam segala urusan. Untuk mendapatkan “aji tekad” tidak perlu melakukan laku (tirakat), tidak pula belajar ilmu kanuragan dahulu, tetapi “aji tekad” dapat diperoleh dengan menanam keberanian, kepasrahan, keadilan dan niat yang baik dalam diri.

Pasrah
Ilmu pasrah dapat juga disebut ilmu tawakal. Memasrahkan diri sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Ilmu tawakal ini bisa diperoleh dengan menanamkan pemahaman dalam diri bahwa tak ada kuasa dan daya selain kuasa dan daya Tuhan Yang Maha Agung. Hidup dan mati itu urusan Tuhan, sukses dan gagal atas kehendak Tuhan. karena Dialah sebaik-baiknya Wakil. Pasrahkan jiwa dan raga kepada-Nya; Dibalik tawakkal ada keselamatan, karena ketika manusia telah menyerahkan hidup-matinya, segala urusannya kepada Yang Maha Esa.

Keadilan
Keadilan disini adalah lafal, kata/tanda yang disandarkan kepada Tuhan. Keadilan ini sulit didapat dan sulit dipraktekkan, kaena keadilan adalah puncak dari kebaikan. Ketika manusia tak dapat berbuat adil, maka Tuhanlah yang akan memberikan keadilan. Keadilan Tuhan ini sangat menakutkan, karena Yang Maha Adil itu takkan memandang siapa yang akan diadili, sehingga keadilan benar-benar ditegakkan.

 “Tanpa aji, tanpa ilmu, kula boten gadhah ajrih, sebab payung kula Gusti kula, tameng kula inggih Gusti kula.''

Artinya :  “Tanpa ajian, tanpa ilmu (kanuragan), saya tidak takut, sebab payung atau pelindung saya adalah Tuhan dan perisai saya juga hanya Tuhan.”

“Ngalurug tanpa Bala”

Ngalurug tanpa Bala adalah merupakan sebagian kebenaran hidup yang harus dihayati dan diamalkan, karena ungkapan ini merujuk pada istilah berkarya dengan tangan sendiri. Tak perlu bantuan, tak perlu teriak-teriak meminta pertolongan, karena diri pribadi sudah dapat mengatasi apa yang dialami.
Sesungguhnya musuh manusia adalah setan, baik setan manusia maupun setan jin, maka kepada keduanyalah manusia harus melakukan perlawanan. Sekali lagi, setan-setan itulah yang harus dilawan, diperangi, dan kalau bisa, dimusnahkan saja.

“Trimah mawi pasrah.
Suwung pamrih, tebih ajrih.
Langgeng tan ana susah, tan ana seneng.
Antheng mantheng sugeng jeneng.”

Artinya : “Menerima dengan pasrah. Tiada pamrih, jauh dari takut. Abadi tiada duka, tiada suka. Tenang memusat, bahagia bertakhta.”

Konsep “trimah mawi Pasrah”, oleh Drs. R. M. P. Sosrokartono, diperjelas dengan apa yang pernah beliau katakan di bawah ini :
“Ikhlas marang apa sing wes kelakon.
Trimah apa kang dilakoni.
Pasrah marang apa bakal ana.”

Artinya : “Ikhlas terhadap apa yang telah terjadi. Menerima apa yang dijalani. Pasrah terhadap apa yang akan ada.”
Jadi, selain bergandengan dengan ilmu sabar, ilmu pasrah dan ilmu trimah juga bergandengan dengan ilmu ikhlas, tidak mencari pamrih, tidak karena ingin dipuji, tidak pamer kepada orang lain. Apa yang telah terjadi, biarlah terjadi, karena kepasrahan akan membawa keridhaan, dan keridhaan akan membawa keikhlasan, dan itulah sabar, sebuah sifat yang sangat disukai oleh Tuhan.
“Trimah mawi Pasrah” juga dapat diartikan bahwa manusia hanya dapat berusaha, sedangkan Tuhanlah yang menentukan segalanya. Oleh karena itu, janganlah terlalu menyesali nasib, karena dibalik derita ada bahagia, dibalik kesusahan ada kemudahan. Yang pasrah akan mendapat kemudahan, yang ridha akan mendapatkan ganti, yang sabar akan mendapatkan kemuliaan dan yang ikhlas akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan hati.

”Suwung pamrih, suwung ajrih, namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaken dhateng Gusti “.

Artinya :  ”Tiada pamrih, tiada takut, hanya mencari sesuatu yang baik, semua saya serahkan kepada Tuhan’’

“Yen kula ajrih, kenging dipun wastani ngandut pamrih utawi ancas ingkang boten sae.”

Artinya : “Jika saya takut, boleh dikatakan (bahwa saya) menyimpan pamrih atau niat yang tidak baik.”

“Luh ingkang medal sangking manah punika, dede luh ipun tangis pamrih, nanging luh peresanipun manah suwung pamrih.”

Artinya : “Air mata yang keluar dari hati ini, bukanlah air matanya tangis pamrih, tetapi air mata perasan hati yang kosong pamrih.”
Ketika anda menangis, menangislah karena syukur dan ikhlas, bukan karena menginginkan imbalan yang tak kunjung tiba. Apalah artinya menantikan imbalan, jika semua yang ada tak mengizinkan. Apalah artinya tangisan hanya gara-gara ingin dipuji, dibalas atau diberi, jika kemuliaan jauh dari kita. Yang terpenting adalah kedamaian, ketentraman, aman, kebahagiaan dan kemuliaan.

”Wosipun inggih punika ngupadosi padhang ing peteng; seneng ing sengsara, tunggaling sewu yuta “

Artinya : “Yang jelas adalah mencari terang di dalam gelap; senang dalam kesengsaraan, ribuan juta contohnya.”
Apa saja yang ada di dunia ini relatif. Di bumi ini selalu ada dualisme, seperti padhang-peteng; seneng-sengsara; sehat-sakit; hujan-panas dan lain sebagainya. Demikianlah yang namanya kehidupan. Peteng terus itu tidak ada. Padhang terus juga tidak ada. Seneng terus itu juga tidak ada. Sengsara terus itupun tidak ada. Oleh karena itu, yang bertentangan itu dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dengan adanya panjang, kita tahu pendek; dengan adanya sakit, kita bisa merasakan sehat. Dengan mengetahui baik, maka kita tahu apa itu buruk.
Hujan dan panas, keduanya dibutuhkan dalam kehidupan ini. Kalau orang tidak mau peteng dan selalu ingin yang padhang saja, apa jadinya dunia ini? Kapan kita istirahat, kapan kita tidur? Kalau peteng terus, apa saja yang semula tumbuh pasti mati. Sebab tidak terkena sinarnya matahari. Kalau panas terus, bumi ini akan kering kerontang, kematian akan tersebar di muka bumi. Kalau hujan terus, pasti terjadi banjir di mana-mana. Daratan akan tenggelam, kelaparan melanda dunia disertai kematian umat manusia. Dimana-mana yang ada cuma air! Apa jadinya bumi ini?
Senang dan sengsara harus diterima seperti apa adanya, karena kedua-duanya membawa manfaat dan didalamnya ada hikmah yang tersembunyi. Janganlah kita terikat atau terbelenggu oleh senang dan susah. Jika kesengsaraan datang, terimalah. Jika kesenangan datang, sambutlah. Mengapa? Supaya hidup ini dapat dijalani dengan tenang.

‘’Di manapun anda temukan kegelapan, maka terangilah. Di manapun anda temukan kesengsaraan, maka berilah kesenangan. Janganlah berhenti melakukan tugas itu, karena berjuta-juta yang membutuhkan cahaya terang dan sinar kebahagiaan’’.

Demikianlah kata-kata bijak atau filsafat-filsafat dari R.M.P Sosrokartono, semoga menjadi panutan dan wawasan kita dalam menjalani hidup. Hidup bukan hanya sekedar mencari makan atau hanya sekedar hidup, tapi alangkah baiknya kalau hidup kita ini berguna terhadap sesama manusia walaupun hanya sekedar bantuan-bantuan kecil terhadap orang terdekat kita.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca Terima kasih wassalam ...

Adhy_Kts


Monday, January 7, 2019

Kisah Perang Baratayuda Mahabharata


Kisah peperangan Bharatayudha

Ini adalah kelanjutan cerita kisah Mahabharatayang sebelumnya saya posting, seperti yang kita ketahui Perang Bharatayudha adalah pertempuran antara pihak Pandawa dan Kurawa. Pertempuran ini bisa dibilang pertempuran habis-habisan, karena di dalam pertempuran ini banyak menelan korban terutama Ksatria-Ksatria di pihak Pandawa dan Kurawa. Seperti halnya : Dewabratha Bisma, Gatotkaca, Raja Salya, Adipati Karna, Durna, Raja Wirata, Sengkuni, Aswatama, Abimanyu dan masih banyak lagi.



Berikut adalah kisah Perang Bharatayudha

Setelah masa pengasingan yang mereka jalani selesai dan sesuai dengan perjanjian yang sah yang dulu mereka sepakati dengan Duryudana, bahwasanya Pandawa berhak untuk mengambil kembali kerajaan Kurujanggala yang untuk sementara di pimpin oleh Duryudana. Namun Duryudana berlakau curang, dia tak mau memberikan kembali kerajaan Kurujanggala kepada para Pandawa walaupun hanya seluas ujung jarum. Hala tersebut yang akhirnya membuat kesabaran para Pandawa habis atas semua prilakunya dari Duryudana. Sri Kresna sempat melakukan mediasi kepada dua belah pihak untuk mengambil jalan damai, tetapi hal tersebut hanya sia-sia belaka dan akhirnya, pertempuran Bharatayudha) yang besar tidak bisa di hindari lagi.
Dalam upaya menyiapkan peperangan, para Pandawa mencari sekutu dan meraka akhirnya mendapatkan bantuan pasukan dari kerajaan Kekaya, kerajaan Pandya, kerajaan Matsya, kerajaan Kerala, kerajaan Chola, kerajaan Dwaraka, kerajaan Magadha, kerajaan Wangsa Yadawa, kerajaan Pancala, dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu, para Kesatria besar dari Bharatawarsha juga ikut serta membantu para Pandawa seperti Drupada, Drestadjumna, Setyaki, Srikandi, Wirata, dan masih banyak yang lainnya.
Sedangkan Duryudana meminta kepada Bisma untuk memimpin para pasukan Kurawa sekaligus menjadikannya sebagai panglima perang tertinggi pasukan Kurawa. Selain itu, Kurawa juga di bantu oleh resi Dorna beserta putrannya Aswatama, Jayadrata (kakak ipar Kurawa), guru Krepa, Salya, Kertawarma, Sudaksina, Bahlika, Buriswara, Sengkuni, Karna dan masih banyak yang lainnya.
Peperangan tersebut berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam peperangan tersebut, banyakpara Ksatria yang gugur seperti  Abimanyu,Bisma, Durna, Karna, Irawan, Gatotkaca, Raja Wirata dan putranya, Susharma, Bhagadatta, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama peperangan berlangsungselama 18 hari tersebut dipenuhi dengan pertumpahan darah dan pembantaian yang sangat mengenaskan.

Puncak kisah perang bharatayudha.

Adipati Karna menjadi panglima perang, setelah kematian Bhisma yang agung, yang di hujani panah oleh Srikandi. Karna berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna menyuruh Gatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Gatotkaca mengamuk Kurawa laritunggang-langgang. Karna dengan berani melawan serangan Gatotkaca. Namun Gatotkaca terbang ke Angkasa, Karna melayangkan panahnya dan mengenai dada Gatotkaca, satria Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambarkereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta. Gatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Himbidi pamit kepada Drupadiuntuk terjun ke perapianbersama jenazah anaknya.


Pertempuran terus berkobar,Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan Raja Wirata. Maka Dratayumna membalas kematian Drupada. Sri Kresna mengadakan tipu muslihat disebarkannyaberita, bahwa Aswatama gugur, yudhistira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu, kemudian bima membunuh kuda yang bernama Aswatama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatama. Mendengar kematian Aswatama Drona menjadi gusar, lalu pingsan Dhartayumna berhasil memenggal leher Drona, Kemudian Aswatama membela kematian ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujankan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatama, tetapi Bima tidak merasakan kematian Drona, Dratayumna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan terhadap Awatama, Kresna dan Yudhistira menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang, tetapi Bima ingi melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang untuk mencari lawan, terutama ingin menghajar Aswatama. Putra Drona ini lari dan sembinyi ke pertapaan. Lalu Karna di angkat menjadi Panglima Perang. Banyak perwira Kurawa yang memihak kepada Pandawa.
Pada waktu tengah malam, Yudhistirameninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya, mereka Khidmat menghormatkematian sang Guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih terbaring di atas anak panah yang menompang tubuhnya. Bhisma memberi nasehat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Kurawa telah ditakdirkan untuk kalah.
Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Kurawa yang di pimpin oleh Karna, Karna meminta agar Raja Salya mengusiri kereta untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna merututi perintahnya. Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci-maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Dhuryudana, kemudian menarik diri dari pertempuran, Dursasana dibunuh oleh Bhima sebagai pembalasan telah menghina Drupadi, lalu darah Dursasana diminumnya.


Arjuna perang melawan Karna, Naga raksasa bernama Andrawalika musuh Arjuna, ingin membantu karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang di kusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota kepalanya. Naga Andrawalika itu ditewaskanoleh panah Arjunaketika Karna mempersiapkan anak panahyang luar biasa saktinya. Arjuna telah lebih dulumeluncurkan panah Saktinya, dan tewaslah Karna oleh panah Arjuna.
Dhuryudana menjadi cemas, lalu meminta agar sangkunimelakukan tipu muslihat. Sangkuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Disusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnnya Salya tidak bersedia, ia mengusulkan agar mengadakan perundingan Pandawa, lalu Aswatama menuduh Salya sebagai penghianat, dan menyebabkan kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilera oleh saudara-saudaranya. Aswatama tidak bersedia membantu perang lagi, kemudian Salya terpaksa mau jadi panglima perang. Nakula di suruh kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula meminta untuk di bunuh daripada harus perperang melawan orang yang di hormatinnya, Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada Dhuryudana, dan melakukan Darma Ksatria. Salya menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar di bunuh menggunakan senjata Yudhistira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai Surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih.
Kemudian Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang, istri Salya sangat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang, lalu Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal, Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam perpisahan, Pada waktu fajar salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit dan di potongnya kain alas tidur istrinya dengan Keris. Kemudian Salya memimpin pasukan Kurawa. Amukan Bhima dan Arjunasulit untuk di lawannya, Salya menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhistira disuruh menghadap Salya, Yudhistira tidak bersedia harus melawan Pamannya. Lalu Kresna menyadarkan dan menasehati  Yudhistira. Yudhistira disuruh menggunakan Kalimahoshada, kitab suci untuk melawan Salya. Salya mati oleh Kalimahoshada yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian Salya di ikuti oleh kematian Sangkuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati, kemudian Satyawati menuju medan perang, mencari jenazah suaminya. Setelah di temukan, Satyawati bunuh diri diatas bangkai suaminya.
Duryudhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryudhana yang sedang bertapa Duryudhana dikatakan pengecut. Duryudhana  sakit hati lalu bangkit melawannya, Bhima di ajak berperang dengan Ghada, lalu terjadilah perkelahian hebat, Baladewa yangsedsng berziarah ke tempat-tempat suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina, Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima di beri isyarat untuk memukul paha Duryudhana. Terbayarlah kaul Bhimaketika hendak menghancurkan Duryudhana dalam perang Bharatayhuda. Baladewa yang menyaksikan pergulatan antara Bhima dan Duryudhana menjadi marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima, tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa.
Pandawa kembali ke perkemahan untuk merayakan hasil kemenangan peperangan. Kresna sedih memikirkan kutukan Duryudhana bahwa Pandawa akan tertindas sebelum kematiannya, oleh karena itu para Pandawa disuruh segera menyelamatkan diri masuk ke dalam kemah, dan pada malam hari supaya menebus dosa-dosanya dengan memuja ke tempat suci.
Pada malam hari Aswatama berusaha membalas kematian ayah dan para Kurawa, dalam malam gelap itu Aswatama berhasil membunuh lima anak Drupadi yaitu Pancala dan beberapa anak laki-laki. Para Pandawa yang datang ke kemah menemukan wanita yang dilanda kesedihan, Drupadi patah hati. Kresna datang menghiburnya. Demikian Wiyasa yang telah tiada muncul memberi nasehat kepadanya. Drupada akan membalas kejahatan Aswatama, ia meminta Pandawa membawa mutiara yang menghias di dahi Aswatama, para Pandawa mencari Aswatama, setelah bertemu Aswatama akan di bunuh dengan Ghada Aswatama mengangkat panah Brahmasirah yang amat sakti, Arjuna pun mengangkat panah saktinyanamun Sang Hyang Siwa menyuruh agar mereka menarik panah saktinya, anak panah Aswatama lepas mengenai anak Utari yang masih dalam kandungan. Bayi dalam kandungan lalu di hudupkan oleh Kresna, setelah dewasa bayi itu akan menjadi raja dengan nama Perikesit. Drupadi menerima mutiara, lalu diberikan kepada Yudhistira, kemudian Yudhistira menjadi raja di Indraprasta.

Pada akhir perang yaitu hari ke 18 , hanya ada sepuluh ksatria yang tersisa dari peperangan tersebut, mereka adalah : Para Pandawa, Aswatama, Setyaki, Yuyutsu, Krepa, dan Kertawarma. Setelah perang besar tesebut berakhir, Yudistira diangkat sebagai Raja dari Hastinapura. Setelah Yudistira memerintah Hastinapura selama beberapa tahun, akhirnya dia menyerahkan tahta tersebut kepada cucu Arjuna yaitu Parikesit.
Kemudian, Yudistira dengan semua saudaranya (Pandawa) beserta Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir dari perjalanan mereka. Di sanalah mereka meninggal dunia dan mencapai surga.
Sedangkan Perikesit yang sedang memerintah kerajaan Kuru, dia memimpinnya dengan sangat adil dan bijaksana. Dia menikahi Dewi Madrawati dan di karuniai seorang putra yang bernama Janamejaya. Janamejayakemudian menikah dengan Wapushtama (Bhamustiman) dan di karuniai seorang putra yang bernama Santanika. Sedangkan Santanika memiliki putra yang bernama Aswamedhatatta. Kemudian Aswamedhatta dan semua keturunannya melanjutkan memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
Begitulah akhir dari kisah peperangan Bharatayhuda antara Pandawa dan Kurawa, semoga kalian menikmati nya, dan semoga yang membaca artikel ini mendapatkan hidayah yang berlimpah dari Tuhan yang maha Kuasa, amiin.

Saya Adhy_kts semoga kalian terhibur dan menambah wawasan dan pengetahuan kalian. Wassalaam..

Adhy_Kts

Saturday, January 5, 2019

Cerita dan Kisah Mahabharata

Cerita Wayang Mahabarata

siapa yang tidak tahu kisah Mahabharata, saya rasa sudah banyak yang tahu, apalagi kisah dan ceritanya sudah pernah di angkat di Televisi. Kisah Mahabharata ini sebenarnya berasal dari India, tapi ada yang mengatakan ada yang versi jawanya. seperti yang di ceritakan di pementasan wayang kulit, sebenarnnya alur dan jalan ceritanya sama saja, mungkin ada sedikit perbedaan penokohan saja, misalnya di kisah Mahabharata versi india Sri Krisna di gambarkan dengan kulit biru dan cirikhas dengan bulu meraknya. Sedangkan di kisah Mahabharata versi Jawa Sri Krisna digambar berkulit hitam dengan Mahkota Maha Dewanya.

mari kita simak Cerita dan Kisah Mahabharata berikut :


Awal kisah Mahabarata

Kisah wayang Mahabarata berawal dari pertemuaan antara Raja Duswanta dan Sakuntala. Raja Duswanta merupakan seorang Raja besar dari kerajaan Chandrawangsa dan juga merupakan keturunan dari Yayati, dia menikahi Sakuntala setelah pertapaannya atas perintah dari Bagawan Kanwa yang kemudian punya keturunan sang Bharata, setelah itu, sang Bharata punya keturunan sang Hasti yang kemudian membangun sebuah pusat pemerintahan yang diberi nama dengan Hastinapura. Semua raja dari Hastinapura juga merupakan keturunan dari sang Hasti. Dari keluarga Hastinapura tersebut, lahirlah sang Kuru yang menguasai dan mensucikan sebuah daerah yang sangat luas atau yang dikenal dengan Kurushetra.
Dalam dinasty Kuru, lahirlah sang Pratipa yang menjadi ayah dari prabu Santanu yang dikenal sebagai leluhur dari para Pandawa dan Kurawa. Prabu Santanu sendiri merupakan seorang Raja yang paling mahsyur dari garis keturunan sang Kuru yang berasal dari Hastinapura. Dia menikah dengan Dewi Gangga yang di kutuk untuk turun ke bumi, tetapi dewi Gangga meninggalkan sang Prabu, karena dia telah melanggar janji pernikahan. Namun hubungan pernikahan dari sang Prabu Santanu dengan Dewi Gangga tersebut telah membuahkan 7 anak, akan tetapi semua anak tersebut ditenggelamkan ke laut Gangga oleh dewi Gangga dengan alasan bahwa semua anak tersebut sudah kena kutukan. Namun anak yang  ke-7 dapat diselamatkan oleh prabu Santanu dan kemudian diberi nama Dewabrata. Setelah kejadian tersebut, akhirnya dewi Gangga meninggalkan prabu Santanu.
Setelah Dewabrata beranjak dewasa,dia melakukan sumpah bhisan pratigya (sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya). Dia melakukan hal tersebut karena tidak ingin dia dan semua keturunannya berselisih dengan keturunan dari Satyawati, (ibu tiri dari Dewabrata). Setelah ditinggal pergi oleh dewi Gangga, akhirnya sang prabu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu kembali melanjutkan kehidupan rumah tangga dengan menikahi putri nelayan yang bernama Dewi Satyawati. Dari pernikahan tersebut, dikaruniai dua orang anak yang diberi nama Citranggada dan Wicitrawirya. Sedangkan sang Dewabrata/Bisma memutuskan untuk pergi ke kerajaan Kasi untuk mengikuti sayembara dan akhirnya dia memenangkan sayembara tersebut sehingga dia berhasil mendapatkan tiga orang putri yang bernama Ambika, Amba dan Ambalika yang kemudian di bawa pulang untuk dinikahi dengan adik-adiknya.
Berhubung Citranggada telah meninggal, maka Ambalika dan Ambika dinikahi dengan Wicitrawirya, sedangkan si Amba mencintai sang Bisma, tetapi Bisma menolak cinta dari sang Amba karena dia sudah terikat dengan sumpah bahwasanya dia tidak akan menikah seumur hidupnya. Demi usahanya untuk menjauhkan sang Amba dari dirinya, tanpa sengaja dia melesatkan anak panahnya yang akhirnya menembus dada Amba. Atas kematian Amba tersebut, Bisma di kasih tahu bahwa suatu nanti Amba akan bereinkarnasi jadi seorang pangeran yang punya sifat kewanitaan, yaitu anak dari Raja Drupada yang bernama Srikandi. Dan kematiannya pun kelak juga berada di tangan Srikandi yang membantu sang Arjuna dalam sebuah pertempuran besar  yang terjadi di Kurukshetra.
Citrangganda meninggal di usia yang masih muda dalam sebuah pertempuran, akhirnya dia diganti oleh adiknya yang bernama Wicitrawirya sebagai sang pewaris tahta dari prabu Santanu. Namun Wicitrawirya sendiri juga meninggal di usia yang masih muda dan belum sempat menikah apalagi punya keturunan. Kemudian Dewi Satyawati mengirim kedua istri dari Wicitrawirya (Ambika dan Ambalika) guna menemui Resi Byasa, karena sang Resi dipanggil akan mengadakan sebuah upacara untuk mereka supaya mendapatkan keturunan. Dewi Satyawati menyuruh Ambika untuk menemui Resi Byasa di dalam sebuah ruang upacara. Setelah Ambika masuk ke dalam ruangan tersebut, dia melihat wajahdari sang Resi yang begitu dahsyat dengan sinar mata yang menyala-nyala. Sehingga membuat Ambika menutup matanya, karena dia menutup mata sepanjang upacara berlangsung, maka anak dari Ambika pun terlahir dengan mata yang Buta dan anak tersebut adalah Drestarastra.
Setelah itu, tiba giliran Ambalika untuk mengunjungi Resi Byasa ke dalam ruang upacara sama halnya dengan Ambika. Namun dia disuruh untuk terus membuka matanya agar anak yang akan dilahirkannya tidak buta seperti anak dari Ambika (Drestarastra). Oleh karena itu, Ambalika tetap membuka matanya sampai upacara selesai, namun selesai upacara tersebut dia menjadi sangat pucat karena selama upacara dia tidak memejamkan matanya. Setelah itu, lahirlah Pandu (putra dari Ambalika), yang merupakan ayah dari para Pandawa.
Drestarastra dan Pandu juga punya saudara tiri yang bernama Widura. Widura ini merupakan anak dari Resi Byasa dengan dayang yang bernama Datri. Namun saat upacara sedang berlangsung Datri malah keluar dari upacara karena tak kuat melihat wajah resi Byasa yang bersinar terang dan akhirnya dia terjatuh, sehingga anak (Widura) yang dilahirkan oleh Datri memiliki kaki yang cacat/pincang.
Karena Drestarastra yang terlahir dengan mata yang buta, maka dari itu, tahta dari Hastinapura diberikan kepada Pandu. Kemudian menikah dengan Dewi Kunti. Setelah itu, Pandu menikah lagi dengan dewi Madrim, tetapi akibat kesalahan Pandu saat sedang berburu, dia memanah seekor kijang yang sedang bercinta. Kijang tersebut akhirnya mengutuk Pandu, bahwasanya dia tidak akan lagi bisa merasakan nikmatnya hubungan suami istri, apabila dia melakukan hal tersebut, Pandu akan menemui kematiannya. Setelah mengutuk Pandu, akhirnya kijang itu mati dan berubah ke wujud aslinya yaitu seorang pendeta.
Lahirnya Pandawa dan Kurawa
Setelah Pandu  mengalami kejadian buruk tersebut, kemudian dia mengajak kedua istrinya (Kunti dan Madrim) untuk memohon kepada yang maha kuasa supaya bisa memiliki keturunan. Dengan bantuan dari mantra Adityahredaya yang sudah di berikan oleh resi Byasa, oleh karena itu oleh karena itu dewi Kunti bisa memanggil para Dewa untuk memohon supaya bisa memiliki keturunan.
Untuk pertama kalinya dia mencoba mantra tersebut, maka datanglah Batara Surya, tak lama kemudian Kunti hamil dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Karna. Tapi anak tersebut (Karna) dibuang dibuang ke laut dan dirawat oleh Kurawa. Oleh karena itu pada saat perang Bharatayudha berlangsung, Karna berada di pihak Kurawa.
Kemidian atas permintaan dari Pandu, Kunti mencoba lagi mantra tersebut, akhirnya Bhatara Guru mengirimkan sang Bhatara Dharma untuk membuahi  Dewi Kunti dan kemudian lahirlah anak yang diberi nama Yudistira. Setahun kemudian, Bhatara Bayu juga dikirim oleh Bhatara Guru untuk membuahi Dewi Kunti dan kemudian lahirlah Bima. Kemudian Bhatara Guru juga menyuruh Bhatara Indra untuk membuahi Dewi Kunti dan lahirlah anak yang diberi nama Arjuna. Selain itu, Bhatara guru juga mengirim Bhatara Aswan dan Aswin untuk membuahi Dewi Madrim, lalu kemudian lahirlah dua anak kembar yang diberi nama Nakula dan Sadewa.

Kelima putra Pandu tersebut yang di kenal dengan Pandawa. Kemudian Drestrarastra yang buta menikah dengan Dewi Gandari dan mempunyai sembilan puluh sembila putra dan seorang putri atau yang lebih dikenal dengan nama Kurawa.
Pandawa dan Kurawa adalah dua kelompok dengan sifat yang sangat berbeda, tetapi berasal dari leluhur yang sama, yaitu keturunan Kuru dan Bhatara. Para Kurawa (khususnya Duryudana) mimiliki sifat yang licikdan selalu iri hati dengan semua kelebihan yang dimiliki para Pandawa. Sedangkan para Pandawa memiliki sifat yang tenang dan selalu sabar ketika mereka ditindas oleh Kurawa (sepupu mereka).

Drestarastra yang merupakan ayah dari Kurawa, sangatlah menyayangi putra-putranya tersebut. Hal itulah yang membuat dia sering dihasut oleh saudara iparnya yaitu Sengkuni. Selain menghasut Drestarastra, Sengkuni juga menghasut putra kesayangannya yaitu Duryudana, supaya dia mau memberikan izin kepada sengkuni untuk melakukan rencana jahat dalam upayanya untuk menyingkirkan para Pandawa. Pada suatu saat, Duryudana mengundang dewi Kunti dan para Pandawauntuk liburan, disana mereka (dewi Kunti dan Pandawa) menginap di sebuah rumah yang sudah di siapkan oleh Duryudana, tetapi pada malam hari rumah tersebut di bakar oleh orang suruhan Duryudanan. Namun para Pandawa bisa selamatberkat bantuan dari Bima yang sebelumnya telah diberi yahu oleh Widura akan Rencana jahat yang sudah disiapkan oleh Kurawa, sehingga para Pandawa bisa selamat dan tidak terbakar di dalam rumah tersebut.
Setelah menyelamatkan diri dari rumah tersebut, para Pandawa dan ibu Kunti masuk ke dalam hutan. Di dalam hutan tersebut Bima bertemu dengan seorang raksasa Hidimba yang kemudian yang kemudian berhasil di bunuh olehnya, lalu Bima menikahi adik dari Hadimba,yaitu reseksi Hidimbi atau yang dikenal dengan Arimbi. Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah gatotkaca. Setelah mereka berhasil keluar dari hutan tersebut, mereka melewati sebuah kerajaan yang bernama Pancala. Disana mereka mendengar kabar bahwasanya raja dari Pancala yang bernama Drupada akan menyelenggarakan sebuah sayembara untuk memperebutkan dewi Drupadi.
Sayembara tersebut diikuti oleh semua Raja dari seluruh negeri Arya, termasuk Adipati Karna juga mengikutisayembara tersebut dan berhasil menyelesaikan tantangan yang di berikan oleh raja Dupada, namun dia ditolak oleh Drupadi karena status Karna yang hanya putra dari seorang kusir. Para Pandawa juga ikut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar sebagai kaum Brahmana. Pandawa ikut dalam sayembara tersebut untuk memenangkan lima macam sayembarayang  diberikan oleh raja Drupada. Dalam sayembara tersebut Yudistira berhasil memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, Arjunaberhasil memenangkan sayembara senjata Panah, Bima berhasil memenangkan sayembara Gada sedangkan Nakula dan Sadewa berhasil memenangkan sayembara menggunakan senjata pedang.
Pandawa berhasil melakukannya dengan baik dalam usaha untuk memenangkan sayembara tersebut. Berhubung para Pandawa bisa menyelesaikan sayembara tersebut, Drupadi harus bersedia menerima para Pandawa sebagai suami-suaminya kerena sesuai dengan janjinya, siapa saja yang bisa memenangkan sayembara yang sudah dibuatnyatersebut akan menjadi suaminya walaupun hal tersebut menyimpang dari keinginannya yang hanya menginginkanseorang kesatria saja.
Setelah kejadian tersebut,kerusuhan pun terjadi karena para peserta yang lain menggerutu, karena kaum Brahmana tak sepantasnya mengikuti sayembara tersebut. Namun para Pandawa berhasil meloloskan diri dan sesampainnya di rumah, mereka bilang kepada ibunya (Kunti) bahwa merekasudah datang dan membawa dan membawa hasil dari minta-minta. Akhirnya ibu Kunti menyuruh mereka untuk membagi hasil tersebut dengan rata semua saudaranya. Namun betapa terkejutnya ibu Kunti saat dia mengetahui bahwa anak-anaknya bukan hanya membawa hasil minta-minta, melainkan juga seorang wanita. Untuk menghindari terjadi pertempuran yang sengit antara Pandawa dan Kurawa, Kerajaan Kuru dibagi menjadi dua untuk Pandawa dan Kurawa.
Kurawa mendapat bagian untuk memerintah kerajaan Kuru pusat (induk) yang beribukota Hastinapura, sedangkan para Pandawa mendapat bagian untuk memerintah kerajaan Kurijanggala yang beribukota Indraprastha. Baik Hastinapura ataupun Indraprastha mempunyai istana yang sangat megah dan disana juga Duryudana tercebur kedalam sebuah kolam yang dia kira sebagai lantai, sehingga membuat dirinya menjadi bahan ejekan dari Drupadi. Hal tersebut yang akhirnya membuat Duryudana semakin marah kepada Pandawa.
Untuk merebut  kekeayaan dari kerajaan Kurujanggala yang dipimpin oleh Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk bermain Dadu, ide tersebut merupakan hasil pemikiran licik dari Arya Sengkuni. Saat permainan dadu berlangsung, Duryudana diwakili oleh pamannya (Sengkuni) sebagi bandar dadu yang mempunyai keahlian untuk berbuat curang. Permainan dadu tersebut diawali dengan taruhan senjata perang, akhirnya taruhan permainan dadu terus meningkat sehingga menjadi taruhan harta kerajaan, prajurit kerajaan pun juga ikut dipertaruhkandan ketika pada puncak permainan, kerajaan Kurujanggala menjadi taruhan, namun Pandawa kalah dalam permainan tersebut dan habislah semua harta mereka dan juga kerajaan Kurujanggala termasuk juga dengan saudara-saudaranya dan terakhir adalah istrinya Drupadi di jadikan sebagai taruhan.
Setelah kekalahan Yudistira dalam permainan dadu tersebut Drupadi diminta oleh Duryudana untuk hadir di area judi tersebut karena Drupadi sudah milik Duryudana. Akhirnya Duryudana menyuruh pengawalnya untuk menjemput Drupadi, tetapi Drupadi menolak hal tersebut. Mendengar bahwa pengawalnya gagal membawa Drupadi, Duryudana mengutus adiknya (Dursasana), untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang menolak ajaka Dursasana untuk datang ke area judi, akhirnya diseret dengan kasar dan tanpa rasa kemanusiaan. Rambut Drupadi ditarik oleh Dursasana sampai ke area judi, dimana tempat suaminya berkumpul. Berhubung dia sudah kalah, akhirnya Yudistira dan semua adiknya diminta untuk melepaskan bajunya, tapi Drupadi menolak hal tersebut. Dursasana yang memiliki watak kasar, menarik kain yang dipakai oleh Drupadi.

Drupadi yang sangat malu dan tersinggung atas apa yang sudah dilakukan oleh Dursasana , ia bersumpah tak akan pernah menggelung rambutnya sebelum rambutnya dikramasi menggunakan darah dari Dursasana. Bimapun juga bersumpah, dia akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya. Setelah Drupadi dan Bima mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra merasa akan ada malapetaka yang menimpa keturunannya, oleh karena itu dia mengembalikan semua harta Yudistira yang digunakan sebagai taruhan. Duryudana merasa kecewa pada ayahnya (Drestarastra) yang telah mengembalikan seluruh harta yang sebenarnya sudah menjadi milik dari Duryudana, akhirnya dia diminta untuk menyelenggarakan permainan dadu untuk kedua kalinya.
Dalam permainan yang kedua ini, siapa yanag kalah harus mengasingkan diri ke dalam hutan selama 12 tahun, setelah itu mereka harus menyamar selama 1 tahun, setelah itu baru boleh kembali ke kerajaan. Namun , dalam permainan dadu yangkedua ini Yudistira kalah lagi , kerena kekalahan tersebut. Dengan terpaksa Pandawa harus meninggalkan kerajaan Kurujanggala selama 12  tahun untuk hidup di dalam hutan di tambah dengan masa penyamaran selama 1 tahun.


Seperti itulah kisah Mahabharata, yang bisa saya tuliskan. semoga dapat menghibur dan memberi informasi dan wawasan bagi yang membaca. mohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis, atau dalam cerita Mahabharata, saya juga Manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa. Sekian dari saya Wassallam.

Adhy_Kts