yang menulis di buku ini
belum tentu saya, sebab Rahwana tak mati-mati. Gunung kembar Sondara-Sondari yang menghimpit Rahwana cuma mematikan tubuhnya
semata. Jiwa Rahwana terus hidup. Hidupnya menjadi gelembung-gelembung. Siapa
pun bisa dihinggapi gelembung itu tak terkecuali saya.
Yang
menulis di buku ini adalah gelembung-gelembung itu, gelembung Rahwana padaku.
Yang menyampaikan buku ini padamu adalah gelembung-gelembung Rahwana pada
penerbit, percetakan, distributor, toko buku dan lain-lain tak terkecuali
tukang ojek yang mengantarmu ke toko buku maupun perpustakaan.
Bila
gelembung-gelembung Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko
buku. Sekadar meminjam buku ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila
gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan
sebagainya tentang buku ini. Bila gelembung-gelembung Rahwana tak
menjangkitimu, tak ada alasan bagimu mengggunakan seluruh media sosial dan
getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?
Begitu kata Agus Hadi Sudjiwo atau akrab di
sebut Sujiwo Tejo, selaku penulis buku ini.
Buku ini menceritakan tentang Rahwana, dan Sinta, dan tokoh-tokoh lainnya dari segala
masa, dari cerita yang sama, tapi bukan cuma itu. Ada Tristan dan Isolde. Ada
Cleopatra yang bulu matanya konon dari awan. Ada Les Miserables. Ada Paris dan
Helen dan nasihat ayah Paris, Eos. Ada Global Theater, dan gaun merah khas
Valentino. Ada cinta yang berkali-kali ditolak. Ada tokoh lelaki yang dijadikan
antagonis di banyak sekali cerita padahal, dia, siapa tahu, cuma punya definisi
yang lebih luas mengenai benar dan salah. Ada keterangan bahwa Rama membawa
budaya patriarkat sementara Rahwana matriarkat, karenanya dia mau-mau saja
mempermaisuri Mandodari atas kepatuhannya pada sang ibu. Ada surat yang dikirim
kadangkala dan balasan yang datangnya lebih jarang.
Itulah yang terjadi: cerita tentang cinta
raksasa yang punya sepuluh muka kepada manusia yang seperti bidadari. Sumber
ide besarnya adalah cerita Ramayana: Rahwana, yang bertapa 50 ribu tahun untuk
mati tapi malah dilarang mati oleh dewa-dewa, menanti cinta Dewi Sinta,
pasangan yang dijanjikan untuknya, titisan Dewi Widowati. Sebelum menitis pada
Sinta, Dewi Widowati menitis ke Dewi Sukasalya (yang disembunyikan Raden
Dasarata) dan ke Dewi Citrawati (yang dilindungi Prabu Arjuna Sasrabahu).
Penggemar Rahwana bisa lega: dalam Rahvayana cinta dan rindu Rahwana tak terhalang
kisah heroik pangeran-pangeran tampan seperti Raden Dasarata, Prabu Arjuna,
atau Raden Rama. Tak ada laki-laki lain selain Rahwana.
Rahwana lahir untuk melindungi seluruh
warna di dunia.
Ketika Rahwana bertemu dengan Dewi Widowati
pertama kali diantara dunia fana dan kahyangan. Disitulah Rahwana jatuh cinta
pada padangan pertama.
Karena ketidaksabarannya dalam menunggu
sang dewi berganti hiasan. Rahwana pun melanggar aturan untuk melihat Dewi
Widowati. Disinilah kutukkan sang dewi turun.
Dimulailah perjuangan Rahwana untuk meraih
cinta Dewi Widowati yang menitis menjadi Dewi Sri kemudian menjadi Sinta.
Pertapaannya selama 50ribu tahun yang
seharusnya menjemputnya kepada kematian tetapi malah membuatnya abadi.
Batara Guru mengabulkan permintaan Rahwana.
Karena dunia membutuhkan Rahwana dan Rahwana membutuhkan dunia.
Pengejaran cinta Rahwana untuk bertemu
dengan Sinta melintasi dimensi dongeng, waktu dan zaman.
Kelak apakah Rahwana mendapatkan cinta
Sinta?
Tidak ada yang tahulah ya.. selama 12 tahun
Sinta di penjara di taman Alengka milik Rahwana. Apakah Sinta pernah memikirkan
sedikit tentang Rahwana?
Aku aja meragu...
Karena selama ini, kita membaca buku yang
hanya menunjukkan kepahlawanan Rama. Tidak untuk Rahwana.
Di buku ini tuh lebih banyak diceritakan
tentang Rahwana. Sisi lain dari Rahwana. Selembar surat yang ditinggalkan di
setiap zaman dan pemerintahan era kejayaan peradaban pemimpin-pemimpin di
seluruh dunia.
Dengan memakai sudut pandang “Aku”,
Rahvayana (yang berarti “perjalanan Rahwana”) adalah kumpulan surat-surat
Rahwana yang mesra kepada Sinta. Surat-surat itu, seperti diceritakan “Aku”
sendiri, kadang dikirim dalam bentuk kapal-kapalan yang dihanyutkan di sungai.
Atau dalam bentuk pesawat-pesawatan yang diterbangkan dari bocah ke bocah dari
dusun ke dusun untuk sampai pada Sinta.
Memang dari awal, Sujiwo Tejo tidak
mengatakan dengan terang benderang bahwa “Aku” dalam buku ini adalah Rahwana.
Kita hanya mengetahui dari beberapa kalimat yang mengarahkan tokoh “Aku” pada
sosok Rahwana, misalnya bagaimana Supiah mempermainkan tangan “Aku” seolah
memainkan wayang Rahwana di bab Berlin, atau bagian surat saat “Aku” mengatakan
“yang mana aku, yang mana Rahwana, sudah tak dapat kupilah-pilah lagi” di bab
Lumba-lumba. “Aku” memposisikan diri sebagai Rahwana dalam Ramayana, dan di
kesempatan lain sebagai Rahwana dalam Rahvayana. Barangkali Sujiwo Tejo tak
terlalu tertarik memastikannya. Atau ia membebaskan pembaca dan yakin bayangan
pembaca Rahvayana akan langsung pada sosok Rahwana yang kurang lebih sama:
punya cinta pada seorang perempuan bernama Sinta.
Sujiwo Tejo juga membebaskan tokohnya:
Sinta digambarkan bebas pergi ke mana pun, untuk bekerja apa pun. Dengan
begitu, rayu-rayuan Rahwana pada Sinta tidak lagi terbatas pada satu tempat
yang bernama Taman Argasoka. Dalam cerita mbahTejo, Sinta adalah perempuan yang suka membaca.
Kecintaannya terhadap buku membuat Sinta sibuk keliling dunia untuk
“mengumpulkan naskah-naskah cinta dari seluruh dunia sejak di alam semesta
terdapat tangis manusia”. Naskah-naskah itu termasuk “Tristan dan Isolde” (yang memutus takdir
pernikahan tua-muda untuk menjadikan pernikahan muda-muda), “Laila Majnun”,
“Romeo dan Juliet”, “Scarlett O’Hara”, dan sebagainya.
Di angkasa petir bersuara, "Dewi Sukasalya
titisan Dewi Widowati tak usah kamu cari-cari lagi, wahai penguasa Alengka
Prabu Rahwana, karena Dewi Widowati masih akan menitis ke Dewi Sinta
kelak."
Kelak? Rahwana makin bersedih. Dia bisa
melalui lima puluh ribu tahun di Gunung Gohkarno dengan tapa berdiri hanya di
atas satu kaki. Tapi, kelak itu kapan? (hlm.70)
Ha? Hampir saja mereka kubunuh! Edan! Dalam
hati aku berkata, Kalau boleh memilih, siapa yang mau memilih hidup di dunia
demi tujuan apa pun? Entah tujuan hidupnya berkicau saat tukang pos datang.
Entah tujuan hidupnya menjadi tuan rumah, membangun rumput dan danau di antara
bunga kana dan mahoni, sambil bertahun-tahun duduk di dekat sangkar cendrawasih
menanti-nanti datangnya surat yang mustahil datang. (hlm.89)
Kamu lebih senang berbincang-bincang di perpustakaan,
kafe, gedung teater, dan sebagainya sambil menyeruput kopi. Kamu ikat rambutmu
ekor kuda. Duduk menyilang kaki. Di ruang-ruang manis begitu bagaimana dapat
kamu jumpai surat-surat dan puisi-puisiku? (hlm. 141)
"...Kamu
menganggap itu lezat, menu khas Kafe Angelina yang sekarang buka lapak di halaman
bekas rumahku di Petit Trianon. Tapi kau lupa, lupa bagaimana luka dan
kepedihan dalam sejarah berdirinya pembuat cokelat itu... Ratu Louis XV
disakiti oleh Madame de Pomadour. Madame du Barry disakiti oleh Marie
Antoinette. Rakyat disakiti oleh Marie Antoinette. Sinta, bukan cuma piramida
yang berdiri di atas sejarah para korban." (hlm.178)
Untuk tujuan itu, ruang dan waktu dibebaskan bagi
Sinta: ia bisa hidup di zaman Cleopatra (hal. 76), atau hidup di zaman pasukan
Tartar menyerang Babilonia (hal. 83), atau bisa ada di Kallang Theatre
menyaksikan pementasan Les Miserables (hal. 91). Juga pada Rahwana: tokoh “Aku”
mengaku hidup sezaman dengan Audrey Hepburn (hal. 77) dan sempat menghadiri
upacara peresmian Burj Dubai, gedung berlantai 169 yang terkenal itu (hal. 23).
Lebih spesifik, buku ini banyak bercerita
tentang kisah Ramayana. Ada Batara guru, Rahwana, Sinta, Resi Wisrawa, Subali, Dewi Sukesi, Dewi
Widowati, Renuka, Indradi dan banyak lagi tokoh dari kisah yang baru saya tahu
kalau ternyata cerita Ramayana banyak versinya.
Mbah tejo menyelipkan bermacam pengetahuan dibukunya
ini. Tak hanya yang kejawa-jawaan, tetapi banyak yang lainnya.
Ada yang tau "hoax"? Kata itu ternyata mantra sulap abad ke-18 yang
artinya "menipu" atau bisa juga "tipuan"(hal.160). Ada yang tau "Hum pim pah alaiyun gambreng"?
Pasti tahu kan? Waktu kecil saya pakai main-main bersama teman. Ternyata itu
artinya "dari tuhan kembali ke Tuhan"(hal.37).
Ada juga nih baru saya tahu, ternyata lumba-lumba suka
bersenggama dengan benda-benda mati seperti kayu, bahkan dengan kura-kura.
Hahaha. Tapi lumba-lumba masih saling kenal setelah 20 tahun bersenggama
(hal.68).
Namun, Sejatinya buku ini adalah kumpulan
surat-surat cinta Rahwana kepada Sinta. Rahwana jatuh cinta kepada Sinta dan
mengirim banyak surat untuknya. Kisah cinta Rahwana kepada Sinta adalah kisah
yang belum berakhir. Kisah cinta yang bukan hanya tentang lelaki yang ingin
merebutnya dari Rahwana. Tapi "Sinta adalah hikayat cintaku tentang
teratai" (hal 199). Romantis, indah, dan penuh cinta.
"Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir.
Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kamu rencanakan
cintamu untuk siapa... Bahwa yang membekas dari lilin itu bukan lelehnya,
melainkan wajahmu sebelum gelap..." - Aku
(Rahwana)
"Aku ingin mencintaimu walau penuh cacat,
Rahwana. Tak peduli cacat itu membawa keburukan atau malah menampilkan hal yang
indah-indah..." - Sinta
Demikian referensi dan kutipan-kutipan dari
Buku RAHVAYANA, semoga bermanfaat bagi kalian yang membacanya. Kalau ingin
lengkapnya beli buku ini. Agar asap dapur dari mbah sujiwo tejo bisa berkarya
terus.
Sumber
Buku : RAHVAYANA oleh. (Sujiwo Tedjo)
Adhy_Kts
0 komentar:
Post a Comment